Berkah
Malam sabtu, tepatnya 1 Desember 2017, aku bersama sahabatku pergi untuk mencari makan. Setelah berpikir berat, akhirnya kami berhasil menentukan untuk makan di kantin ibu eyang.
Entah kenapa, tempat makan di kantin tersebut sederhana, jauh dari kata besar dan mewah, namun membuat hati siapa saja yang berkunjung nyaman. Masuk ke kantin tersebut aku disambut bapak-bapak mungkin usianya antara 50–60 tahun. Bisa dipastikan beliau salah satu empunya kantin tersebut. Beliau menanyakan aku dan sahabatku mau makan apa, minum apa, makan disana atau dibawa pulang. Namun, cara tanya yang beliau gunakan sama seperti tanya seorang bapak ke anaknya. Begitu hangat. Kemudian aku dan sahabatku pesan makan dan menentukan tempat duduk. Ketika kami masuk kedalam, kami bertemu ibu-ibu berkerudung kira2 usianya 45–50an tahun yang ternyata istri dari bapak tadi. Beliau langsung memberikan senyum kepada kami sebagai tanda mempersilahkan kami untuk masuk dan mencari tempat duduk. Senyum dari ibu tadi langsung mengingatkanku pada ibuku. Ibuku selalu memberikan senyuman kepada siapapun walaupun beliau tidak mengenalnya. Ibuku selalu meyakini bahwa sedekah yang paling mudah dilakukan adalah dengan memberikan senyuman. Maka jangan pelit untuk tersenyum. Tersenyumlah selagi kau diberi kehidupan. Setelah kami menentukan tempat duduk, aku izin kepada sahabatku untuk mencuci tangan di dapur terlebih dahulu. Di dapur, aku melihat 2 anak laki-laki kira2 seusiaku sedang memasak, yang ternyata 2 anak laki2 itu adalah anak dari pasangan bapak-ibu tadi. Jadi kantin tersebut semua pekerjanya adalah satu keluarga yang punya kantin tersebut. Begitu hangat melihat satu keluarga kompak dalam menjalankan usaha.
Kira-kira 5 menit menunggu, pesanan kami sudah jadi. Kami makan dengan lahap karena kami yakin makanan ini bersih (setelah melihat dapurnya yang bersih) dan juga rasanya yang enak banget. Apalagi lele uleg yang crunchy, lezat, dan tidak amis.
Setelah semua habis tak tersisa, kami pun membayar makanan tadi. Sebelumnya kami sudah melihat listharga sehingga uang yang kami beri ke bapak sudah pas tanpa kembalian. Lele uleg 9ribu, ayam uleg 10ribu, es jeruk 5ribu, total 24 ribu. Sangat murah untuk kami kaum mahasiswa. Setelah kami bayar, ternyata bapaknya memberi kami kembalian uang. Sontak kami kaget.
Bapak, ini total 24 ribu sesuai dengan harga di daftar menu.
Kemudian beliau menjawab.
Iya dik, tapi ini hari jumat. Hari jumat semua menu bapak beri diskon 2 ribu. Jadi adik tinggal membayar 18ribu saja. Bapak disini berjualan tidak mencari untung, tapi mencari berkah. In syaAllah dengan cara ini, Allah beri keberkahan untuk jualan bapak dan keluarga, dan adik2 diberi kebahagiaan juga karena bayarnya jadi lebih murah. Bapak minta doanyanya dik semoga bapak sekeluarga bisa jualan terus dan jualannya berkah sehingga bisa lebih mudah pertanggungjawabannya di akhirat.
Aku terenyuh. Benar-benar figur bapak yang sangat ideal. Figur bapak yang aku dambakan selama ini. Sebelum kami beranjak pulang pun bapak berpesan agar kami hati-hati di jalan.
Ah, begitu senang. Semoga bapak dan sekeluarga jualannya laris terus!
Jadi terinspirasi nanti kalo sudah berkeluarga ingin buka tempat makan yang memberikan diskon di setiap hari jumat.
Pada intinya, hikmah yang aku dapat adalah dengan membahagiakan orang lain, kita juga bisa membahagiakan diri sendiri. Udah jadi paket lengkap. Rumus hidup bahagia. Dan tujukan segalanya bukan untuk mengejar nikmat dunia melainkan untuk mendapat ridho Allah. Yang aku yakini selama ini kalo kita tujukan untuk mendapat ridho Allah, maka nikmat-nikmat yang lain akan mengikuti.
Tol Cileunyi, 2 Desember 2017
-13.34 WIB