Hidup di Masa Sekarang

Handiani Dandrajati
2 min readNov 12, 2019

--

Sekarang, saat ini, iya detik ini..

Aku pernah, hmm mungkin sering, melewatkan suatu momen sia-sia. Suatu contoh ketika aku berada di tingkat 3. Ketika itu, aku merasa disibukkan oleh segala hal, dimulai dari akademik (entah itu praktikum labtek yang tiap minggu ada saja deg2annya karena harus selalu tatap muka dengan dosen, ujian modul tiap minggu) dan non akademik (kala itu aku baru saja dilantik menjadi ketua salah satu departemen di himpunan, kemudian sibuk di beberapa kepanitiaan pusat) sehingga saat itu aku hanya merasa pusing dan keyos, hati ga pernah merasa tenang, istirahat selalu merasa tidak cukup, pokoknya bisa disimpulkan tidak bahagia. Padahal, sekarang aku bisa mengenang momen-momen itu sebagai momen membahagiakan karena di tingkat 3 lah aku merasa bisa sedeket itu dengan temen-temen jurusan, ya tidak lain tidak bukan karena merasa beban yang ditanggung sama, kemudian aku banyak menjalin relasi-relasi baru dan tentunya lebih luas karena aku berkesempatan untuk bekerja sama dengan orang-orang yang berkuliah di Kampus Ganesha, dan juga bisa kembali silaturahmi dengan teman-teman TPB yang kuliah di Kampus Ganesha, sebagai warga Jatinangor ini adalah suatu privilege yang ga semua anak nangor dapatkan, seharusnya aku menikmatinya. Kalau saja saat itu aku bisa memaknai seperti sekarang ini, aku akan lebih bahagia, hati tenang, dan tidak terburu-buru/chaos dalam menjalani sesuatu hal. Bukankah yang terpenting dalam hidup adalah ketika hati kita merasa tenang dan damai?

Begitu pula sekarang, aku mulai kembali belajar untuk memaknai dan menikmati hidup di masa sekarang. Apa-apa yang aku dapatkan sekarang, apa-apa yang aku jalani sekarang, aku harus menikmatinya, karena waktu akan terus berputar, dan hal-hal yang aku lakukan sekarang tidak akan terulang di kemudian hari, termasuk orang-orang yang kini ada di sekelilingku. Meskipun tidak semua orang-orang ini tampak menyenangkan, tapi yang terpenting adalah hal apa yang aku bisa pelajari dari orang-orang sekitarku. Kalau orang-orang di sekitarku tampak diktator, ngotot, atau ngeyelan, itu berarti aku dilatih untuk bersabar dan menghargai setiap pendapatnya. Yap, karena orang-orang ini di kemudian hari belum tentu ada di sekelilingku lagi, jadi sia-sia kan kalau hal yang sementara ini malah kita habiskan dengan ngedumel, marah, dan bersedih hati?

Biarkan tulisan ini jadi pengingat untukku.

Selamat berproses :)

12 November 2019

-Perpustakaan Kampus Ganesha

--

--

No responses yet