KPR : Keinginan, Pilihan, dan Resiko.

Handiani Dandrajati
4 min readSep 21, 2020

--

Di umur segini, udah sah-sah aja kalau aku mulai kepikiran cicilan KPR yang sesungguhnya. Tapi sementara ini, aku lebih tertarik untuk memikirkan KPR yang lain *insert judul.

Rasanya akhir-akhir ini aku banyak dihadapkan masalah yang ujungnya mengakar pada trio kwek-kwek ini. Setiap keinginan yang ingin dicapai mengerucut pada sebuah pilihan, dan lahirlah banyak resiko dalam waktu sangat cepat, tidak menunggu 9 bulan 10 hari. Apa memang setiap masalah yang kita hadapi, “KPR” ini pasti terlibat ya? Termasuk kalau nantinya aku memutuskan membeli rumah dengan sistem KPR, akan muncul masalah “KPR” lainnya? Entahlah. Belum kepikiran metode yang tepat untuk beli rumah nanti karena yang digunakan buat bayar aja belum keliatan batang hidungnya. *curcol ceritanya.

Kira-kira 3 bulan lalu, aku bilang sama mama “Mah, enak kali yah kalau punya kucing di rumah, bisa dielus-elus tiap hari” setelah menyadari bahwa love language-ku adalah physical touch. Eh, lha kok sebulan yang lalu ketika sekeluarga boyongan pindah kontrakan, tetangga sebelah rumah punya 9 kucing yang 3 diantaranya 3x sehari pasti kerumah minta dielus-elus dan numpang tidur di keset rumah. Seneng? banget. Berasa ada temen curhat, love language-pun tersalurkan. Yang tadinya ngebayangin 1 kucing, eh Allah kasih 3. Akupun memutuskan untuk part time merawat mereka kalau mereka ke rumah. Tanpa aku berkewajiban memberi makan mereka karena jadwal makan mereka sudah tercukupi di rumah tetangga, aku hanya bertugas mengelus-elus mereka sampe tertidur. Kebayang kan betapa berwarna-warninya hidup?

Tapi, aku lupa kalo setiap pilihan melahirkan resiko. Iya, aku harus tahan setiap hari bau tai kucing. Pagi, siang, malam salah satu dari mereka pasti ada yang usil membuang hajat di sekitar jemuran. Bahkan, mereka bisa tau siapa dari keluargaku yang benci sama mereka sehingga mereka BAB tepat di sandal kakakku. Hahaha.. Lucu juga ya kalau diinget-inget walaupun pas ngrasain ya kzl banget. Tiap njemur baju harus berjibakutai memasang perlengkapan perang seperti masker, sandal, dan mata yang jeli untuk melihat apakah ada ranjau di setiap mengambil langkah. Selain itu, harus tahan mendengar omelan keluarga setiap hari karena adanya bau tai kucing. Masalah udah banyak, ketambahan mendengarkan omelan orang lain. Budrek at its finest gaes….

Lagi, tapi ini cerita orang sih bukan cerita diri sendiri. *source : thread-thread twitter. Ada orang yang bekerja di salah satu perusahaan besar. Jabatan tinggi, punya banyak anak buah, dan tentu penghasilan melebihi cukup, ada beberapa yang sampe bingung uangnya mau dibuat invest apalagi. Tapi, waktu sama keluarga sangat minim(anak jadi kurang deket karena kurangnya Dad or Mommy time), pressure yang tentunya terlampau tinggi, dan lelah fisik dan batin. Ada lagi yang orang tersebut bekerja di sebuah perusahaan yang baru berdiri, waktu bersama keluarga cukup, pressure yang tidak tinggi, namun harus memikirkan putar otak menambah penghasilan dengan cara lain agar bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Kebanyakan manusia berani mengambil keputusan, namun takut bahkan tidak siap menghadapi resikonya.

Lagi lagi *maaf ya orangnya memang suka curcol*, setengah tahun yang lalu ketika aku diamanahkan untuk memimpin dan membawa 24 orang ke negara tetangga. Ketika diamanahkan ya seneng banget, berkesempatan melihat negara lain, langsung menghubungi pentolan-pentolan organisasi bahkan bisa bercengkrama langsung dengan petinggi universitas di negara lain, dan tentu banyak nikmat-nikmat lain termasuk memperluas relasi sehingga kalau nantinya ada kesempatan ke negara tersebut udah tau menghubungi siapa untuk menumpang *yaampun oportunis :( bercanda. Namun aku harus siap menghadapi berbagai anomali yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Tiket pesawat yang sudah dibayar tiba-tiba dibatalkan secara sepihak, tiket bus yang sudah dibayar ternyata kantornya sudah tutup dari kapan taun plus kontak yang tidak bisa dihubungi alias ga ono kabar kejelasan sama sekali padahal sudah ngemper di pinggiran Singapore jam 11 malam selama 3 jam yaAllah ampuni aku :) masalah personal dari beberapa anggota yang harus segera dicarikan jalan keluar, dan semua masalah ini, aku harus pasang muka paling depan sebagai pertanggungjawaban pimpinan. Kebayang kan? jantung wes arep lugur gaes :) Tapi nyatanya, ada aja jalan keluar yang tak terduga-duga. ketika udah pasrah sampe panjang banget nafas yang dihembuskan, eh ada orang atau sesuatu yang datang tiba-tiba mau menolong sampai urusan selesai.

Dari sini aku belajar, ketika aku memiliki keinginan (yang positif tentunya) maka nantinya ak dihadapkan beberapa pilihan untuk aku menentukan lewat jalur mana aku akan memperjuangkan keinginanku. Ketika sudah memilih, aku harus menyadari betul bahwa setiap pilihan itu akan ada resiko yang harus dihadapi. Ketika sudah siap menghadapi semuanya pasti akan datang cobaan dalam pikiran dan hati berupa rumput tetangga selalu lebih hijau, nah tenang jangan lupa kl rumput tetangga juga punya resiko loh! Nah, nah, kalau sudah mengerahkan usaha, tutup mata dengan rumput tetangga, namun progress kok nampak stuck, jangan lupa kalau kekuatan tawakkal pada Allah itu luar biasa. Ikhtiar + doa = double combo, gaes. Ada saja pertolongan yang datangnya tak disangka-sangka.

Intinya resiko itu pasti ada di setiap kondisi apapun. Kita harus siap menghadapi, positive thinking, dan bersyukur!

Yuhuuuu

Surabaya, 21 September 2020

D6–23, 19.52 WIB

--

--

No responses yet