Penilaian dan Pengakuan

Handiani Dandrajati
4 min readAug 29, 2018

--

Sebagai orang yang sangat observatif, aku suka melihat tingkah laku orang-orang sekitarku. Dan tak lama setelah itu, secara refleks langsung aku beri nilai versi Dian. Misal, kalau lagi makan di kantin tempat KP, terus ngeliat orang yang selesai makan, ga langsung ditinggal begitu aja, tapi merapihkan meja, meletakkan kursinya seperti sedia kala, dan menaruh kembali piringan alumunium ke wadah penampungan bekas makan, maka langsung aku cap dia sebagai orang bertanggung jawab. Tapi tak jarang juga aku menilai buruk orang-orang di sekitarku. Membuang putung rokok sembarangan, menyalip antrian ketika membeli THB KRL, dan tidak meletakkan piringan alumunium bekas makan ke wadah penampungan akan aku beri dia cap tidak bertanggungjawab. Tak sadar, sebelum menilai orang lain, aku lupa menilai diriku sendiri.

Udah pantas belum disebut orang bertanggungjawab versi dirimu sendiri?

Kepikiran hal seperti ini sebenernya gara-gara fenomena yang akhir-akhir ini terjadi di kolom komentar instagram para atlet asian games yang kemaren mendapat medali selain emas. Menurutku isi pendapat netizen dan netizenwati tergolong sadis sih *lah penilaian lagi*. Biar ga terkesan judging, aku lampirkan komentar netizen berikut ini.

Sumber : http://style.tribunnews.com/2018/08/23/sempat-diserang-komentar-negatif-di-instagram-anthony-ginting-dibanjiri-dukungan-di-twitter

Dari situ aku observasi lagi. Tenyata aku juga kerap menilai orang itu negatif dari kacamataku saja (walaupun tidak dipublish dan konsumsi pribadi saja). Disaat aku kerap menilai negatif orang lain, disitu pula aku juga sedang tidak menghargai diriku sendiri. Aku selalu menganggap diri ini penuh kekurangan yang ngga abis-abis. Setiap apa yang aku lakukan aku selalu mencari sisi negatifnya. Dan itu melelahkan. Kata orang, hal itu yang wajar dilakukan manusia. Mencari celah negatifnya dan mengubur sisi positifnya. Namun, aku yakin, persepsi mewajarkan hal seperti itu menurutku bisa diubah. Sebenernya bisa kok kita melawan nafsu diri untuk menilai orang dengan sisi negatifnya saja. Pasti semua ini butuh effort yang besar, tapi kalau dikerahkan semua effort ini, aku yakin aku bisa. Aku yakin bisa melihat semua hal dari segi positifnya untuk kebaikan-kebaikan selanjutnya. Dengan aku menghargai diri sendiri, aku yakin menghargai orang lain juga menjadi hal yang mudah. Aku sedang berusaha, semoga istiqomah.

Nah,perjalanan usaha yang aku lakukan, aku semakin melihat bahwa ada proses atau usaha dibalik semua hal yang orang lain lakukan. Misal, suatu ketika ada tugas kerja kelompok. Dikumpulkan hari itu juga jam 23.59 WIB. ada salah satu teman yang kebetulan kebagian jobdesc akhir dan baru mengumpulkan tugas satu kelompok tepat 23.58. Segala amarah teman-teman sekelompoknya termasuk aku mengalir deras ke temanku ini.Penilaianku terhadap orang ini juga menjadi negatif. Ternyata setelah dia menjelaskan bahwa kosnya mati lampu sehingga wifi tidak aktif, harus menggunakan tethering, setelah tetheringnya nyala, ternyata baterai laptop habis sehingga ia harus menumpang kosan temennnya yang jauh disana karena ceritanya satu wilayah itu mati lampu. Setelah aku mengerti alasan dan usahanya aku baru menyadari kalau temenku ini hebat. Dengan keadaan seperti itu, dia masih mampu membenarkan formatting dengan sangat rapih, padahal aku tau formatting adalah tugas yang amat ribet apalagi setelah menggabungkan data 5 orang dalam 1 data dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Itu yang menjadi masalah. Manusia kerap hanya disibukkan dengan hasilnya saja, tanpa mau tau bagaimana proses perjuangannya. Begitu pula dengan komen netizen di akun atlet asian games ini. Mereka tidak tau bagaimana jerih payah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun si atlet ini menjalani latihan intensif. Berapa malam yang ia lewati tanpa tidur.Berapa hari yang ia lewatkan tidak bersama keluarga. Dan semua hal yang tidak ia share di dunia maya. Tidak ada yang tahu.

Kembali lagi ke diriku sendiri, sebaiknya jangan menyibukkan diri dengan kekurangan baik diri sendiri maupun orang lain. Kalau ada orang yang berbuat kesalahan, sebaiknya jangan dibiarkan begitu saja dengan meninggalkan penilaian yang mengubah persepsi baikmu ke seseorang tersebut. Sebaiknya ingatkan dia secara langsung. Dengan cara itu, maka akan berdampak positif ke orang tersebut dengan dia mengetahui kesalahannya, dan berdampak positif ke kita sendiri karena tidak lagi memendam kekesalan berujung penilaian negatif. Dan untuk diriku sendiri, dalam menghadapi kekurangan yang aku punya saat ini, sebaiknya aku tidak melihat itu sebagai kekurangan tapi bagian dari diriku. Lantas kalau sudah menjadi bagian maka aku biarkan begitu saja? Tentu tidak, karena aku merasa itu menjadi bagian dari diriku, maka aku jadikan kekurangan ini sebagai kelebihanku. Aku menjadi lebih tau apa potensi diriku dari kekuranganku ini sehingga aku bisa meningkatkan kemampuan-kemampuanku yang lain untuk fokus pada satu tujuan. Kegagalan yang aku lakukan, tidak lantas aku melihatnya sebagai kejelekanku tapi kesempatanku untuk belajar lebih giat lagi.

Dua puluh satu tahun sudah menjalani lika-liku kehidupan. Dan aku menyadari bahwa hidup adalah tempatku untuk belajar. Belajar dari pengalaman-pengalaman yang mengukir hidup ini menjadi lebih artistik! Hargailah dirimu sendiri dan orang-orang sekitarmu dengan melihat sisi kebaikan dari dirimu sendiri dan kebaikan-kebaikan orang lain.

Kita hidup tidak bisa menyenangkan hati semua orang. Terlalu sibuk cari pengakuan akan membuatmu kelelahan.

Jakarta, 29 Agustus 2018

16.24 WIB

--

--

No responses yet