Penyesuaian dalam Pendewasaan
Dimulai dari tahun 2009. Peralihan dari SD negeri di kota metropolitan ke SMP swasta di kota kecil. Rasanya? Tentu nano-nano. Proses penyesuaian agar tidak terlihat “ngutani” tidak hitungan hari. Mulai dari bahasa, gaya hidup, memahami karakter satu sama lain, semuanya butuh proses sampai terbiasa. Tujuannya sih waktu itu cuma ingin punya banyak teman. Setelah itu, banyak kujumpai hal-hal yang perlu penyesuian. Belajar sambil ngurus beberapa ekskul dan organisasi, peralihan dari SMP swasta ke SMA negeri, peralihan dari SMA negeri ke perguruan tinggi dengan lingkungan sunda, kuliah sambil berhimpun, dan akhirnya peralihan dari kuliah ke dunia kerja. Dunia kerja sendiri juga banyak melewati halang rintang, kerja — resign — pengangguran — kerja lagi. Baru-baru ini, juga mengalami beberapa posisi yang berbeda, dan semuanya sangat dibutuhkan penyesuaian yang ngga semudah membalikkan telapak tangan.
Bisa kusimpulkan yang membuat penyesuaian itu butuh seni adalah menghadapi setiap orang yang berbeda-beda dengan latar belakang dan watak masing-masing.
Saat ini, aku diberi amanah untuk menjadi penanggung jawab tugas satu channel, yang itu berarti tidak lagi melibatkan aku sendiri, tapi tugas temen-temen satu channel. Tentu fase penyesuaian ini penuh rasa, ada manis, asam, kecut, asin, campur aduk. Tapi, kalau dipikir-pikir, seru juga. Setiap berganti jam, aku merasa banyak banget hal-hal baru yang kupelajari, salah satunya tentu tidak semua orang bisa diperlakukan sama. Eits, maksudnya, beberapa orang setelah diberikan treatment A itu memiliki respon yang berbeda dengan yang lainnya. Alhasil, ada beberapa orang yang perlu ditreatment A, ada beberapa orang lain yang nyaman diberi treatment B, beberapa orang lagi yang jadi melunak kalau ditreatment C.
Harus luwes, fleksibel, dan semua ini bisa dilatih seiring berjalannya waktu. Butuh merasakan asam untuk memahami nikmatnya rasa manis. Perlu merasakan gurih untuk memahami bahwa tidak hanya rasa manis yang memiliki nikmat luar biasa.
Aku yakin ini ga akan berhenti sampai di sini, masih banyak lap yang harus diputerin. Sampai kapan? Hanya Yang Maha Mengatur yang mengetahui. Tugas kita? Terus berjuang dan berdoa. Motivasiku untuk semangat menyesuaikan diri di fase pendewasaan ini sebenernya sederhana, banyaknya pengalaman dan pembelajaran yang aku dapatkan bisa aku ceritakan ke generasi selanjutnya, sehingga mereka tau bahwa menjadi dewasa itu ga main-main.
Menjadi dewasa itu harus tau kapan harus nginjek pedal gas dan kapan harus ngerem.
Surabaya, 21 November 2020
15.27 PM