Tenang, itu sudah menjadi Kehendak-Nya

Handiani Dandrajati
4 min readApr 30, 2018

--

Adek-adek SDN 1 Cipakem ketika saya menjadi peserta KKN-T ITB 2017. Sumber : dok. pribadi

Tengah malam sampai 1/3 malam selalu menjadi waktu untuk pikiran saya bekerja 10x lipat lebih keras dibandingkan waktu-waktu lainnya. Entah apa yang membuat pikiran saya memilih waktu tersebut untuk lebih produktif. Hari ini pikiran saya mencoba membawa saya untuk mengingat kembali kepingan-kepingan memori 12 tahun silam (Loh jauh juga ya 12 tahun yang lalu, yha saya sudah tua sekarang). Waktu itu kalau tidak salah saya kelas 3 SD. Tidak seperti kebanyakan orang, SD adalah masa terberat saya selama menjalani kehidupan ini. Disana mental dan fisik saya benar-benar ditempa oleh lingkungan. Kalau kalian pernah lihat anak-anak kecil bullying satu sama lain di sinetron, nah itu kejadian nyata yang pernah saya alami ketika SD. Dibully karena keadaan ekonomi keluarga saya tidak sebanding dengan keadaan ekonomi keluarga mereka. Hingga pada akhirnya timbul rasa trauma mendalam yang saya bawa sampai proses saya menuju dewasa seperti sekarang. Ketika itu saya sering tidak masuk alias bolos karena rasa takut bertemu dengan teman-teman, sering sakit-sakitan sampai harus dibawa ke Rumah Sakit, pokoknya ga happy sampai lulus SD. Rasa takut dan trauma masih saya bawa sampai lulus. Nilai ujian saya jelek dan saya tidak diterima di sekolah yang saya impikan sejak kecil. Lantas, saya menyalahkan teman-teman SD saya ? Tidak. Justru saya berterima kasih kepada teman-teman SD saya. Proses saya mendewasa semakin berwarna. Tidak semua orang mendapat kesempatan ini. Saya seakan-akan diberi kesempatan untuk berdamai dengan diri sendiri lebih intens.

Proses saya berdamai dengan diri sendiri bisa dikatakan tidak mudah. Ketika SMP, saya trauma untuk menjadi pemimpin. Namun saya terus mencoba untuk melawan ketakutan dalam diri. Saya coba ambil amanah-amanah menjadi bagian dalam organisasi. Pada awalnya, memang tidak mulus. Banyak masalah-masalah yang saya belum bisa cari jalan keluarnya. Rasa trauma kerap menghantui malam-malam saya. Lama-kelamaan rasa trauma lenyap. Teman-teman seperjuangan saya ketika SMP selalu mendukung apa yang saya lakukan kalau itu mengarah ke hal positif. Ketika saya mulai berbelok arah atau hampir menyerah, merekalah yang membangkitkan saya untuk tetap berdiri kokoh. MasyaAllah, lagi-lagi kalau bukan karena Allah, siapa lagi yang bisa mengatur hati manusia?

Jaman SMP ketika mengikuti salah satu kompetisi di Pesantren Darul ‘Ulum di Jombang. Sumber : dok. pribadi

Perubahan pemaknaan saya benci sekali menjadi rasa berterima kasih pada teman-teman SD juga pun perlu proses yang panjang. Namun, saya yakin semua kejadian-kejadian yang saya alami itu merupakan kehendakNya. Ada banyak pelajaran yang Allah berikan lewat kejadian yang pahit sekalipun agar kita mau belajar lebih banyak mengenai kehidupan. Untuk pengalaman tadi, kalau saja saya mulus-mulus saja masa SDnya kemudian saya diterima di sekolah yang saya impikan, maka saya yakin ilmu agama saya tidak akan berkembang. Allah menunjukkan jalanNya dengan sangat indah. Belum pernah terpikir sebelumnya saya akan bersekolah di sekolah swasta Islam karena keluarga saya basicnya selalu bersekolah di sekolah negeri. Pertama kalinya saya berkerudung, kemudian mengenyam pendidikan agama seperti Bahasa arab, fiqih, sejarah kebudayaan islam, murojaah Al-Qur’an, hadits, dsb. Awalnya saya sulit menerima, karena tuntutan mata pelajaran pokok seperti matematika, fisika, dsb yang cukup tinggi ditambah lagi dengan mata pelajaran agama yang juga menuntut saya untuk bisa. Namun, seiring berjalannya waktu saya sangat bersyukur karena ilmu agama tersebut saya terapkan hingga kini. Saya bisa menjelaskan ke teman-teman saya ketika berdiskusi dan saya terapkan dalam keseharian saya.

Terencana ataupun tidak, langkah-langkah kaki kita akan menuju pada satu pijakan indah berupa ketetapanNya..

Teruslah berdoa karena doa adalah penunjuk kita untuk bertemu dengan ketetapanNya.

Kemudian, kita sebagai manusia seringkali lupa bahwa apa yang kita rasakan juga berasal dari kehendakNya. Kenikmatan yang kita terima lalu kita berbahagia dan ujian yang kita jalani lalu kita bersedih, kesemua itu adalah ujian dari Allah. Namun, tanpa kita sadari ketika kita diuji dalam penantian sebuah harap, kita memohon dan bersimpuh pada Allah, setelah Allah kabulkan apa yang kita lakukan? kita berbahagia sampai lupa pada pemberi nikmat dan berbagi kebahagiaan hanya kepada sesama manusia. Maka dari itu, wajar jika Allah lebih banyak memberi ujian kepada kita dengan memberi hal-hal yang menurut kita pahit supaya kita selalu dekat kepada Allah. Itu cara yang terbaik agar kita sadar bahwa hanya Allah yang menyayangi kita dengan tulus. Sadar kan kalau sebenernya kita susah jika dekat kepada Allah ketika berbahagia,karena pada kenyataannya kita mendekat kepada Allah kalau kita sedang diuji dalam kesedihan dan kelelahan dalam berjuang.

Tapi sadar juga nggak, walaupun kita sering melakukan hal tersebut pada Allah, tapi Allah tetep sayang sama kita dengan selalu melimpahkan kasih sayangnya pada kita?:(

Sebagai pengingat untuk diri sendiri dan semoga pengingat untuk kita semua, yuk kita langitkan segala harap, doa, dan rasa bahagia juga sedih kepada Allah! Bismillah…

Oiya, untuk yang memasuki masa-masa Ujian Akhir Semester, semoga senantiasa dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah!

Jatinangor, 30 April 2018

ditulis pukul 02.33 WIB, dipublish pukul 8.14 WIB

--

--

No responses yet